Jumat, 23 Oktober 2015

Memelihara Ariana Grande di Kandang Marmut


          Siapa yang nggak percaya saya punya bintang Hollywood di kandang marmut saya? Berarti kalian masih waras! Tenang, saya tidak benar-benar memelihara Ariana Grande di kandang marmut, tapi Ariana dan Grande adalah nama marmut adik saya.
          Kenapa bisa diberi nama Ariana Grande?
          Kita kembali ke sejarah awal, ya. Ketika itu, adik saya minta dibelikan seekor marmut untuk peliharaannya. Mungkin dia kesepian ya, tidak ada teman main, entahlah. Singkat cerita, akhirnya dia punya seekor marmut jantan yang dibeli di Pasar Selopampang. Marmut itu dibeli pada pertengahan bulan Ramadhan, namun kala itu ia belum diberi nama. Hingga setelah diskusi sejenak, akhirnya saya dan kakak serta adik perempuan saya sepakat menamainya Shus Boks karena ia pertama kali diletakkan di shoes box (kotak sepatu) ketika pertama kali dibeli.
          Shus akhirnya menjalani kehidupannya di keluarganya yang baru, keluarga besar Taufiqur-Rohman. Selamat datang di keluarga, bung! Namun hari berganti hari, minggu berganti minggu hingga bulan berganti bulan. Setelah sekian lama, Shus tak tahan hidup sendiri. Ia bagaikan perjaka yang merindukan gadis desa yang cantik jelita.
Dari kiri ke kanan: Joko, Grande, dan Ariana
          Atas keprihatinan bersama, akhirnya ayah saya menyarankan untuk membelikan marmut betina untuk menemani hari-hari Shus yang kesepian. Adik saya pun membeli seekor marmut betina di teman sekelasnya. Ternyata, temannya teman adik saya ada yang turut prihatin dan memutuskan memberi adik saya sepasang marmut lagi, dan yang ini adalah marmut anggora! Bulu-bulunya mengembang dan sangat menyenangkan untuk dilihat dan dielus.

Rabu, 15 April 2015

Empat Hari di Bekasi


Langsung saja, ini hari ketiganya. Dan masih ada satu hari lagi, besok.

Ini sudah hari ketiga kami di Bekasi. Aku, Musa, Anam dan Rizky pergi ke Bekasi untuk mengikuti UN Paket C. Lho, kami nggak lulus? Sabar dulu, jangan langsung mengambil kesimpulan spekulatif. Kami sekolah di Pesantren Media, jadi kami sekolahnya menggunakan sistem home schooling, tidak menggunakan sistem diknas seperti sekolah-sekolah negeri. Makanya kami ikut UN nya yang paket C.

Nggak tahu kenapa, sekarang tuh kalau ada orang ikut Paket C pasti dipandangnya sebelah mata. Contohnya aja kemarin, waktu aku update status tentang aku ikutan UN, seorang temanku di FB nanya, "Kamu UN ya? Semangat eaa..."

Nggak persis gitu sih, tapi intinya gitu (lha trus gimana)

Rabu, 08 April 2015

CERPEN: "KUCING HITAM DI BALIK JENDELA"



Kucing itu datang lagi. Dia seperti biasa, duduk di balik jendela kamarku atau jendela ruang baca.  Menatapku dengan tenang, namun tatapannya penuh waspada. Penuh curiga. Sudah berkali-kali aku berusaha mengusirnya. Namun setiap kali dia pergi, keesokan harinya dia pasti datang lagi. Bahkan pernah suatu malam, ketika mimpi buruk membangunkanku, kucing itu tiba-tiba saja sudah ada di sana, di balik jendela. Aku berteriak kaget lalu segera mengusirnya.
Entah apa yang kucing itu lakukan di sana setiap hari. Seperti tidak ada kerjaan lain saja. Sudah berbulan-bulan hal ini terjadi, dan semakin hari mimpiku semakin buruk saja semenjak  kehadiran kucing hitam itu. Kini, mimpi buruk itu semakin sering terjadi sehingga dapat membangunkanku di malam hari sampai berkali-kali. Setiap kali terbangun, aku dapat melihat kucing itu. Mengawasiku dengan mata waspadanya.
Aku berusaha untuk tidak terlalu memikirkan hal itu. Tiba-tiba saja lamunanku terbuyarkan. Elsa masuk, dengan mata sayunya dan rambutnya yang berantakan, efek obat-obatan. Tatapannya memang selalu kosong. Sudah lama aku tidak berbicara kepada Elsa, begitu pula sebaliknya. Selama ini, kami selalu bertemu. Kadang hanya saling tatap saja, tapi tak pernah saling berbicara. Jadi aku tidak mau membicarakan soal kucing itu dengannya. Meski kucing itu seramnya minta ampun, tapi biarlah ini menjadi rahasia kecilku saja.